12 Agustus 2018

Lawakan Gagal

Posted by Kayuya on 01.15.00 with No comments

Lawakan Gagal
Oleh : Kayuya

https://baituljannah.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com


“Airi!” dipanggilnya namaku.
“Iya. Ada apa, Aa’?” kujawab sekenanya.
“Boleh teu Aa’ manggilnya Say?”
“Boleh. Panggil aja, kenapa harus izin segala?” kataku masih dengan nada sekenanya.
“Ya, takutnya kamu marah aku panggil Say.”
“Kenapa marah?” aku mulai bertanya-tanya.
“Soalnya nanti disangka kang sayur yang menyehatkan perasaanku. hehehe”
Dia pun tersenyum dihadapanku memperlihatkan gigi yang tidak teratur susunannya. Aku heran, apa sebenarnya yang lucu? Tidak ada. Tapi begitulah dia, sering sekali melempar joke yang menurutku tidak lucu sama seklai. Untuk menjaga perasaannya, aku pun memaksakan tertawa. Dengan begitu dia akan terus berusaha menghiburku.
Itulah sosok Zainal, suamiku. Sudah 6 bulan lamanya aku menjalani hidup berumah tangga dengannya. Kami menikah karena dijodohkan orang tua, dan satu-satunya alasan aku menerima perjodohan ini adalah karena dia soleh dan rajin ke masjid untuk shalat berjamaah.
Selama enam bulan menikah, sudah beberapa kali aku mendapati ia membaca buku tentang lawakan. Namun anehnya tiap ketahuan dia akan dan mengatakan bahwa buku itu milik Danang, adik laki-lakinya yang masih SMA itu selalu saja menjadi kambing hitam. Padahal aku sendiri pun tau alasan sebenarnya dia membeli buku itu karena dia ingin menjadi orang yang humoris seperti tipe laki-laki idamanku
Setelah dipikir-pikir kembali, dia tidak terlalu buruk. Aku sering mendapati diriku senyum-senyum sendiri tatkala mengingat kembali tingkahnya, lucu sekali.
“Airi, kok senyum-senyum sendiri?” tanyanya.
Aku yang sedang mengupas kulit wortel untuk membuat bakwan pun seketika menyadari bahwa saat itu aku sedang tersenyum memikirkan lelucon gagalnya barusan.
“Airi kesurupan ya? Aa’ panggil Mang Ujang dulu ya, mungkin dia bisa nyembuhin Airi yang kesurupan, soalnya kan suara azannya bagus. Ya udah, aku pergi dulu, Assalamualaikum.” Katanya panjang lebar sebelum akhirnya lari keluar rumah.
“Eh, Aa’...,” aku berusaha menghentikan, namun dia sudah terlanjur keluar “... Walaikumsalam.” Kataku pasrah.
Sekitar lima belas menit kemudian dia pun kembali sembari menarik-narik lengan seorang laki-laki paru baya yang sering dipanggil Mang Ujang oleh warga sekitar.
“Ayo Mang, buru, nanti setan dalam istri saya ngamuk-ngamuk.” Katanya dengan ekspresi wajah panik.
“Sabar, Nak.” Kata Mang Ujang menenangkan suamiku yang sudah sangat panik.
“Assalamualaikum, Airi. Nih, Mang Ujangnya udah datang” Teriaknya lantang sampai terdengar oleh seisi rumah.
“Walaikumsalam.”
“Ada apa ini?” Tanya Ibu mertuaku keheranan saat keluar dari kamar melihat Mang Ujang sudah ada di rumah.
“Ini, Bu. Airi kesurupan.”
“Hah?” Ibu mertuaku melihat ke arahku.
“Iya, Bu. Tadi Airi senyum-senyum sendiri waktu ngupas kulit wortel.” Jelas Suamiku.
“Neng teh kesurupan?” tanya ibu mertuaku.
Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.
“Mang Ujang teh naha dieu?” tanya Ibu mertuaku lagi.
“Punten Ambu, saya juga teu ngartos, atuh tadi kan saya teh langsung ditarik-tarik sama si Aa’nya. Padahal teh tadinya saya mau azan di Masjid, soalna udah masuk waktu asar.”
“Nya ampun gusti rabbi, Zainal. Bolotna teu katulungan.”
“Sumpah demi Allah, Ambu. Tadi teh Neng Airi sanyum-sanyum saorangan.” Kata Zainal sambil telunjuknya menunjuk ke atas.
“Sanyum-sanyum saorang bukan berarti kasurpan. Artina teh, si Enengna lagi bahagia. Kumaha maneh teh, sifat istri sendiri teu ngartos. Sudahlah, Ambu mau ambil air wudhu.”
“Kalau gitu teh, saya juga permisi. Mau ke Masjid. Punten A’ saya teh teu bisa nyembuhkeun orang kesurupan.”
Percakapan panjang lebar yang terjadi baru saja membuatku tidak mampu menahan gelak tawa. Ternyata di dunia ini masih ada orang seperti suamiku, lugu dan polos. Yang membuatku heran sampai sekarang adalah, mengapa dengan sifatnya yang demikian dia bisa menciptakan desain baju baju kaos yang keren-keren ya?


-SELESAI-
Categories:

0 comments:

Posting Komentar