Lawakan Gagal
Oleh : Kayuya
https://baituljannah.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com
“Airi!” dipanggilnya namaku.
“Iya. Ada apa, Aa’?” kujawab
sekenanya.
“Boleh teu Aa’ manggilnya
Say?”
“Boleh. Panggil aja,
kenapa harus izin segala?” kataku masih dengan nada sekenanya.
“Ya, takutnya kamu marah
aku panggil Say.”
“Kenapa marah?” aku mulai
bertanya-tanya.
“Soalnya nanti disangka
kang sayur yang menyehatkan perasaanku. hehehe”
Dia pun tersenyum
dihadapanku memperlihatkan gigi yang tidak teratur susunannya. Aku heran, apa sebenarnya
yang lucu? Tidak ada. Tapi begitulah dia, sering sekali melempar joke yang menurutku tidak lucu sama
seklai. Untuk menjaga perasaannya, aku pun memaksakan tertawa. Dengan begitu
dia akan terus berusaha menghiburku.
Itulah sosok Zainal,
suamiku. Sudah 6 bulan lamanya aku menjalani hidup berumah tangga dengannya.
Kami menikah karena dijodohkan orang tua, dan satu-satunya alasan aku menerima
perjodohan ini adalah karena dia soleh dan rajin ke masjid untuk shalat
berjamaah.
Selama enam bulan
menikah, sudah beberapa kali aku mendapati ia membaca buku tentang lawakan.
Namun anehnya tiap ketahuan dia akan dan mengatakan bahwa buku itu milik Danang,
adik laki-lakinya yang masih SMA itu selalu saja menjadi kambing hitam. Padahal
aku sendiri pun tau alasan sebenarnya dia membeli buku itu karena dia ingin
menjadi orang yang humoris seperti tipe laki-laki idamanku
Setelah dipikir-pikir
kembali, dia tidak terlalu buruk. Aku sering mendapati diriku senyum-senyum
sendiri tatkala mengingat kembali tingkahnya, lucu sekali.
“Airi, kok senyum-senyum
sendiri?” tanyanya.
Aku yang sedang mengupas
kulit wortel untuk membuat bakwan pun seketika menyadari bahwa saat itu aku
sedang tersenyum memikirkan lelucon gagalnya barusan.
“Airi kesurupan ya? Aa’
panggil Mang Ujang dulu ya, mungkin dia bisa nyembuhin Airi yang kesurupan,
soalnya kan suara azannya bagus. Ya udah, aku pergi dulu, Assalamualaikum.”
Katanya panjang lebar sebelum akhirnya lari keluar rumah.
“Eh, Aa’...,” aku
berusaha menghentikan, namun dia sudah terlanjur keluar “... Walaikumsalam.”
Kataku pasrah.
Sekitar lima belas menit
kemudian dia pun kembali sembari menarik-narik lengan seorang laki-laki paru
baya yang sering dipanggil Mang Ujang oleh warga sekitar.
“Ayo Mang, buru, nanti
setan dalam istri saya ngamuk-ngamuk.” Katanya dengan ekspresi wajah panik.
“Sabar, Nak.” Kata Mang
Ujang menenangkan suamiku yang sudah sangat panik.
“Assalamualaikum, Airi.
Nih, Mang Ujangnya udah datang” Teriaknya lantang sampai terdengar oleh seisi
rumah.
“Walaikumsalam.”
“Ada apa ini?” Tanya Ibu
mertuaku keheranan saat keluar dari kamar melihat Mang Ujang sudah ada di
rumah.
“Ini, Bu. Airi
kesurupan.”
“Hah?” Ibu mertuaku
melihat ke arahku.
“Iya, Bu. Tadi Airi
senyum-senyum sendiri waktu ngupas kulit wortel.” Jelas Suamiku.
“Neng teh kesurupan?”
tanya ibu mertuaku.
Aku menggelengkan kepala
sebagai jawaban.
“Mang Ujang teh naha dieu?”
tanya Ibu mertuaku lagi.
“Punten Ambu, saya juga
teu ngartos, atuh tadi kan saya teh langsung ditarik-tarik sama si Aa’nya.
Padahal teh tadinya saya mau azan di Masjid, soalna udah masuk waktu asar.”
“Nya ampun gusti rabbi,
Zainal. Bolotna teu katulungan.”
“Sumpah demi Allah, Ambu.
Tadi teh Neng Airi sanyum-sanyum saorangan.” Kata Zainal sambil telunjuknya
menunjuk ke atas.
“Sanyum-sanyum saorang
bukan berarti kasurpan. Artina teh, si Enengna lagi bahagia. Kumaha maneh teh,
sifat istri sendiri teu ngartos. Sudahlah, Ambu mau ambil air wudhu.”
“Kalau gitu teh, saya
juga permisi. Mau ke Masjid. Punten A’ saya teh teu bisa nyembuhkeun orang
kesurupan.”
Percakapan panjang lebar
yang terjadi baru saja membuatku tidak mampu menahan gelak tawa. Ternyata di
dunia ini masih ada orang seperti suamiku, lugu dan polos. Yang membuatku heran
sampai sekarang adalah, mengapa dengan sifatnya yang demikian dia bisa
menciptakan desain baju baju kaos yang keren-keren ya?
-SELESAI-
0 comments:
Posting Komentar