KAKAK KELAS
Oleh : Kayuya
"Kisah ini terinspirasi oleh kisah salah seorang teman
semasa SMA yang menyukai seorang kakak kelas kami di SMA."
PERNAH merasakan yang
rasanya diputuskan oleh orang yang kau sukai? Setidaknya itu yang kini aku
rasakan sekarang ini. kemarin sore aku putus dengan orang yang dengan susah
payah aku dapatkan. Kecewa, kesal , dan marah bercampur jadi satu. Aku
melampiaskan kemarahanku pada apa saja yang aku temukan. Bantal, buku-buku, dan
baju yang baru ibu lipat dan di simpan diatas kasur pun telah berserakan
dimana-mana. Aku masih tidak bisa menerima diputuskan olehnya.
Pagi
tadi aku paksakan untuk berangkat kesekolah meskipun aku masih tidak bisa
terima di putuskan tanpa alasan seperti itu. Sapaan dari orang-orang ku abaikan
begitu saja, bahkan ada beberapa adik kelas yang takut melihat wajahku saat
ini. Pelajaran hari ini semuanya sangat membosankan. Pelajaran Bhs. Jerman oleh
guru yang jutek pula membuat mood yang rusak bertambah rusak. Bulan ini adalah
bulan tersial seumur hidupku.
Bel
jam istirahat kedua atau biasa orang sebut sebagai jam Shalat, artinya
pelajaran Bhs. Jermannya juga sudah selelsai. Victor (Nama gaulnya), sahabatku
menghampiriku dan mengajakku untuk pergi Shalat bejamaah. Ajakannya aku iyakan
saja karna aku pun sedang jengkel melihat anak-anak cewek dikelasku yang
ributnya bukan main.
Mushollah tempat para siswa melakukan shalat berjamaah berada di area
kelas XII, otomatis pada jam begini ada banyak kakak kelas yang bersantai di
koridor sambil bercanda bersama teman-temannya. Sebenarnya aku merasa risih
ketika lewat didepan mereka karna... Echmm aku tidak narsis tapi ini kenyataanya.
Sewaktu masih dikelas X banyak kakak kelas yang datang ke kelasku hanya untuk
mencariku, aku sendiri tidak tahu apa mau mereka tapi mereka kadang datang
mencariku atau mencari Fathul temanku. Bukannya besar kepala tapi mereka
sepertinya mengidolakan aku, benyak orang yang bilang kalau mukaku memang
ganteng. Tapi walau pun demikian aku tetap sulit mendapatkan pacar.
Aku
berjalan berdampingan dengan Victor lewat didepan keas XII IA 5. Tiba-tiba
seorang kakak kelasku melihatku dengan tatapan aneh yang sulit diartikan. Aku kesal tapi aku
mencoba untuk tidak menghiraukannya. Aku terus berjalan memasuki Mushallah.
Mungkin ini adalah keajaiban dari yang maha kuasa. Hatiku sangat tenang
saat aku telah berada di dalam Mushallah.
Hari berikutnya.
Aku
kembali berjalan ke Mushallah bersama temanku Victor. Dan disana lagi-lagi ada kakak kelas yang kemarin
menatapku dengan tatapan aneh. Dia sedang asyik bercanda bersama
teman-temannya. Saat aku tepat berada didepnnya lagi-lagi ia menatapku dengan
tatapan yang sama seperti kemarin. Aku risih, rasanya aku ingin sekali
melemparinya dengan batu kerikil atau mungkin menghampirinya dan mnegatakan
“Apa masalahmu?” agar ia tidak menatapku dengan tatapan seperti itu lagi. Tapi
sayangnya dia adalah seorang perempuan, dan pantang bagiku untuk melukai
seorang perempuan. Itu prinsip yang aku pegang selama ini. Hari berikutnya
lagi. Dan lagi-lagi aku melihat kakak kelas itu melihatku dengan tatapan yang
sama. Sangat menyebalkan. Bahkan saat pulang sekolah aku lagi-lagi bertemu
dengannya didepan Aula sekolah.
“Yulia!” panggilku pada temanku yang kebetulan berada tidak jauh dariku.
Yulia
pun menghampiriku “Ada apa Di?”.
“Kamu
kenal tidak sama kakak kelas itu?” kataku pada Yulia sambil menunjuk kakak
kelas itu.
“Oh,
itu. namanya kak Miftah dia kakak kelasku dulu waktu SMP” Yulia menjelaskan
yang kubalas dengan O sebagai tanda aku mengerti.
Sekarang aku tahu, namanya adalah Miftah yang artinya “Pembuka”. Nama
yang cantik, secantik orangnya. Tiba-tiba saja jantungku berdegup dengan
kencang. Entah apa ini, mungkinkah aku suka padanya. Ah, itu tidak mungkin.
Masa aku bisa suka pada seseorang secepat ini, padahal aku baru putus dengan
Faika beberapa hari yang lalu.
Setelah aku tahu namanya, aku terus memikirkannya. Wajah itu selalu
muncul dikepalaku dan namanya selalu terngiang-ngiang di otakku. Aku gila, aku
pasti sudah gila sekarang. "Ya Allah, berikanlah aku petunjukmu. Perasaan
apa ini, mengapa aku tiba-tiba menjadi seperti ini dengan hanya mengetahui
namanya saja?. Mungkin ini karna aku menyukainya. Sudahlah, lupakan. Eh, tapi
apa salahnya mencoba?. Jika tanpa sengaja aku bertemu lagi dengannya besok,
berarti benar peraaanku ini, aku menyukainya." kataku meyakinkan perasaan
yang kini aku rasakan.
Pulang sekolah.
Aku
belum melihatnya seharian ini, berarti perasaan ini bukan perasaan suka
melainkan hanya perasaan biasa dan bukan perasaan khusus terhadap lawan jenis.
Tapi tiba-tiba opiniku terpatahkan saat aku melihatnya di tempat fotokopi
bersama teman-temannya. Gawat, jantungku tiba-tiba berdetak kencang.
“Yulia..!” kembali kupanggil temanku yang bernama Yulia saat kulihat dia
juga akan memasuki tempat fotokopi. Ia pun segerah menghampiriku. Langsung saja
kusuruh Yulia untuk meminta nomor ponsel Miftah untukku dan dengan patuhnya ia
menuruti kemauanku.
Ia
mendekati Miftah dan langsung meminta nomor ponselnya. Miftah pun memberikan
nomor ponselnya tanpa rasa curiga. Setelah itu Yulia menghampiriku dan
memberikan nomor Miftah padaku. Kulirik Miftah sekilas dan sepertinya ia sudah
akan pulang bersama teman-temannya.
Malam
harinya kuberanikan diri untuk mengiriminya pesan.
To : K` Miftah
Assalamualaikum kak.
Aku deg-deg’an menanti balasan atas pesanku. Tak butuh waktu
lama dan aku pun mendapat pesan balasan. Dengan semangatnya aku membaca
pesannya.
From : K` Miftah
Walaikum salam.
Siapa ya?.
To : K’ Miftah
Rudi kak, yang
tadi ada di tempat forokopi-an
From : K` Miftah
Oh!.
Aku
melongo mendapati pesan balasan yang
hanya bertuliskan ‘Oh!’ itu. Singkat sekali. Gila. Ataukah dia hanya pura-pura
cuek?. Mungkin saja.
Lama
aku berhubungan melalui SMS dengannya. Sampai akhirnya aku mengajaknya untuk
bertemu dan mengobrol secara lagsung. Aku tidak menyangka, ternyata dia
mengiyakan permintaanku. Kami pun bertemu di halte depan sekolah saat jam
pulang sekolah, tapi sialnya saat kami bertemu kami tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Aku dan dia hanya diam duduk berdampingan di Halte. Sampai akhirnya
dia pun memilih untuk pulang, aku menemaninya menunggui angkot dan kami
berpisah tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sepanjang perjalanan pulangku aku menyesali diriku yang tidak bisa
berkata-kata saat berada didekatnya. Aku Rudi, merutuki diriku sendiri yang
entah kapan menjadi seperti ini saat berada didekat seorang gadis. Dia gadis
pertama yang membuatku terbungkam saat berhadapan dengannya.
Sesampainya dirumah, aku mengiriminya sebuah pesan.
To : K` Miftah
Kenapa kok tadi
diam?.
From : K` Miftah
Kenapa saya?.
Kamu tuh yang dari tadi diam aja.
Duh
aku jadi salah tingkah dibuatnya. Dia orang yang pertama kali membuatku seperti
ini. Dia yang pertama kali membuatku menjadi seperti orang yang tolol saat
berhadapan dengannya. Dia, cewek yang awalnya membatku jengkel dan jengah kini
telah berubah menjadi cewek yang membuatku menjadi orang tolol saat bertemu
dengannya.
Hubunganku dan dia sudah berjalan selama dua bulan. Aku berfikir untuk
menembaknya. Tapi apa yang harus kukatakan padanya?. Malam itu aku berfikir
keras. Selama aku mengenalnya, aku jadi orang bodoh yang selalu bolak-balik ke
thoilet hanya untuk melihatnya. Aku selalu ingin melihatnya walau pun aku telah
melihatnya beberapa menit yang lalu. Hatiku takkan tenang saat aku belum melihatnya.
Bahkan banyak orang yang jengkel melihat tingkahku. Ini "CINTA"
kawan, apa pun akan dilakukan demi cinta meskipun itu hal yeng terbodoh
sekalipun.
Saat
pulang sekolah aku mendapat sebuah ide. Akupun segerah mengiriminya sebuah
pesan singkat.
To : K` Miftah
Miftah, mau
nggak Taarufan sama aku?.
Taarufan
yang kumaksud disini adalah berhubungan yang lebih jauh untuk saling mengenal
satu sama lain, tentu bukan taarufan untuk menikahinya. Aku menunggu pesan
darinya dengan perasaan was-was, aku takut dia menolakku. Cukup lama aku
menunggu dan sebuah pesan balasan aku terima atas namanya.
From : K` Miftah
Maaf, aku belum
siap.
Oh benar dugaanku, mungkin dia berpikir taarufan yang kumaksud
artinya aku mengajak dia menikah. Aku pun mengerti dan akhirnya aku membalas
pesannya.
To : K` Miftah
Kalau begitu,
bisa tidak kita dekat saja dulu?.
From : K` Miftah
Bisa.
To : K` Miftah
Jadi? Aku
diterima sebagai paacar?.
Dia
tidak membalas pesanku. Aku sedikit kecewa padanya.
Esok harinya saat disekolah.
Aku
dan Victor sengaja menungguinya dibelakang lab. Biologi karna aku tahu saat jam
istirahat dia akan lewat disitu untuk ke Kantin. Tak butuh waktu lama aku
menunggu, aku melihatnya berjalan mendahului teman-temannya. Aku segerah
memanggilnya dan dia pun menghampiriku.
Dihadapan teman-temannya aku kembali menanyakan apakah ia mau menjadi
pacarku? Dia memasang tampang berfikir dan itu membuatku marasa deg-degan.
Kuliahat dia berbalik badan dan berjalan ketengah Lapangan basket. Aku sedikit
kecewa, aku mengira dia manolakku karna aku adalah adik kelasnya. Tapi lagi-lagi
opiniku terbantahkan. Saat ditengah lapangan dia berbalik menghadapku dan
memberiku sebuah isyarat bahwa dia menerimaku. Aku senang bukan main. Segerah
kupeluk Victor sahabatku, dan teman-temannya berlari menghampirinya dan
memberinya selamat.
Begitulah aku menembaknya dan begitulah ia
menerimaku. Itu adalah moment yang paling membahagiakan bagiku karna dia adalah
perempuan special bagiku, cewek yang berhasil membuatku bangkit dalam waktu
singkat, dan dia gadis yang telah mengembalikan senyumku seperti dulu. Meski
pun banyak gossip miring yang beredar tentangku setelah berpacaran dengannya,
aku tetap tidak peduli. Selama masih ada dirinya aku bisa melewati semuanya.
0 comments:
Posting Komentar