13 September 2017

Kakak Kelas

Posted by Kayuya on 16.19.00 with No comments

KAKAK KELAS
Oleh : Kayuya


"Kisah ini terinspirasi oleh kisah salah seorang teman semasa SMA yang menyukai seorang kakak kelas kami di SMA."

PERNAH  merasakan yang rasanya diputuskan oleh orang yang kau sukai? Setidaknya itu yang kini aku rasakan sekarang ini. kemarin sore aku putus dengan orang yang dengan susah payah aku dapatkan. Kecewa, kesal , dan marah bercampur jadi satu. Aku melampiaskan kemarahanku pada apa saja yang aku temukan. Bantal, buku-buku, dan baju yang baru ibu lipat dan di simpan diatas kasur pun telah berserakan dimana-mana. Aku masih tidak bisa menerima diputuskan olehnya.
                Pagi tadi aku paksakan untuk berangkat kesekolah meskipun aku masih tidak bisa terima di putuskan tanpa alasan seperti itu. Sapaan dari orang-orang ku abaikan begitu saja, bahkan ada beberapa adik kelas yang takut melihat wajahku saat ini. Pelajaran hari ini semuanya sangat membosankan. Pelajaran Bhs. Jerman oleh guru yang jutek pula membuat mood yang rusak bertambah rusak. Bulan ini adalah bulan tersial seumur hidupku.
                Bel jam istirahat kedua atau biasa orang sebut sebagai jam Shalat, artinya pelajaran Bhs. Jermannya juga sudah selelsai. Victor (Nama gaulnya), sahabatku menghampiriku dan mengajakku untuk pergi Shalat bejamaah. Ajakannya aku iyakan saja karna aku pun sedang jengkel melihat anak-anak cewek dikelasku yang ributnya bukan main.
                Mushollah tempat para siswa melakukan shalat berjamaah berada di area kelas XII, otomatis pada jam begini ada banyak kakak kelas yang bersantai di koridor sambil bercanda bersama teman-temannya. Sebenarnya aku merasa risih ketika lewat didepan mereka karna... Echmm aku tidak narsis tapi ini kenyataanya. Sewaktu masih dikelas X banyak kakak kelas yang datang ke kelasku hanya untuk mencariku, aku sendiri tidak tahu apa mau mereka tapi mereka kadang datang mencariku atau mencari Fathul temanku. Bukannya besar kepala tapi mereka sepertinya mengidolakan aku, benyak orang yang bilang kalau mukaku memang ganteng. Tapi walau pun demikian aku tetap sulit mendapatkan pacar.
                Aku berjalan berdampingan dengan Victor lewat didepan keas XII IA 5. Tiba-tiba seorang kakak kelasku melihatku dengan tatapan aneh  yang sulit diartikan. Aku kesal tapi aku mencoba untuk tidak menghiraukannya. Aku terus berjalan memasuki Mushallah.
                Mungkin ini adalah keajaiban dari yang maha kuasa. Hatiku sangat tenang saat aku telah berada di dalam Mushallah.

Hari berikutnya.
                Aku kembali berjalan ke Mushallah bersama temanku Victor. Dan disana  lagi-lagi ada kakak kelas yang kemarin menatapku dengan tatapan aneh. Dia sedang asyik bercanda bersama teman-temannya. Saat aku tepat berada didepnnya lagi-lagi ia menatapku dengan tatapan yang sama seperti kemarin. Aku risih, rasanya aku ingin sekali melemparinya dengan batu kerikil atau mungkin menghampirinya dan mnegatakan “Apa masalahmu?” agar ia tidak menatapku dengan tatapan seperti itu lagi. Tapi sayangnya dia adalah seorang perempuan, dan pantang bagiku untuk melukai seorang perempuan. Itu prinsip yang aku pegang selama ini. Hari berikutnya lagi. Dan lagi-lagi aku melihat kakak kelas itu melihatku dengan tatapan yang sama. Sangat menyebalkan. Bahkan saat pulang sekolah aku lagi-lagi bertemu dengannya didepan Aula sekolah.
                “Yulia!” panggilku pada temanku yang kebetulan berada tidak jauh dariku.
                Yulia pun menghampiriku “Ada apa Di?”.
                “Kamu kenal tidak sama kakak kelas itu?” kataku pada Yulia sambil menunjuk kakak kelas itu.
                “Oh, itu. namanya kak Miftah dia kakak kelasku dulu waktu SMP” Yulia menjelaskan yang kubalas dengan O sebagai tanda aku mengerti.
                Sekarang aku tahu, namanya adalah Miftah yang artinya “Pembuka”. Nama yang cantik, secantik orangnya. Tiba-tiba saja jantungku berdegup dengan kencang. Entah apa ini, mungkinkah aku suka padanya. Ah, itu tidak mungkin. Masa aku bisa suka pada seseorang secepat ini, padahal aku baru putus dengan Faika beberapa hari yang lalu.
                Setelah aku tahu namanya, aku terus memikirkannya. Wajah itu selalu muncul dikepalaku dan namanya selalu terngiang-ngiang di otakku. Aku gila, aku pasti sudah gila sekarang. "Ya Allah, berikanlah aku petunjukmu. Perasaan apa ini, mengapa aku tiba-tiba menjadi seperti ini dengan hanya mengetahui namanya saja?. Mungkin ini karna aku menyukainya. Sudahlah, lupakan. Eh, tapi apa salahnya mencoba?. Jika tanpa sengaja aku bertemu lagi dengannya besok, berarti benar peraaanku ini, aku menyukainya." kataku meyakinkan perasaan yang kini aku rasakan.

Pulang sekolah.
                Aku belum melihatnya seharian ini, berarti perasaan ini bukan perasaan suka melainkan hanya perasaan biasa dan bukan perasaan khusus terhadap lawan jenis. Tapi tiba-tiba opiniku terpatahkan saat aku melihatnya di tempat fotokopi bersama teman-temannya. Gawat, jantungku tiba-tiba berdetak kencang.
                “Yulia..!” kembali kupanggil temanku yang bernama Yulia saat kulihat dia juga akan memasuki tempat fotokopi. Ia pun segerah menghampiriku. Langsung saja kusuruh Yulia untuk meminta nomor ponsel Miftah untukku dan dengan patuhnya ia menuruti kemauanku.
                Ia mendekati Miftah dan langsung meminta nomor ponselnya. Miftah pun memberikan nomor ponselnya tanpa rasa curiga. Setelah itu Yulia menghampiriku dan memberikan nomor Miftah padaku. Kulirik Miftah sekilas dan sepertinya ia sudah akan pulang bersama teman-temannya.
                Malam harinya kuberanikan diri untuk mengiriminya pesan.

To : K` Miftah
            Assalamualaikum kak.

Aku deg-deg’an menanti balasan atas pesanku. Tak butuh waktu lama dan aku pun mendapat pesan balasan. Dengan semangatnya aku membaca pesannya.

From : K` Miftah
      Walaikum salam. Siapa ya?.

To : K’ Miftah
      Rudi kak, yang tadi ada di tempat forokopi-an

From : K` Miftah
      Oh!.
              
                Aku melongo mendapati  pesan balasan yang hanya bertuliskan ‘Oh!’ itu. Singkat sekali. Gila. Ataukah dia hanya pura-pura cuek?. Mungkin saja.
                Lama aku berhubungan melalui SMS dengannya. Sampai akhirnya aku mengajaknya untuk bertemu dan mengobrol secara lagsung. Aku tidak menyangka, ternyata dia mengiyakan permintaanku. Kami pun bertemu di halte depan sekolah saat jam pulang sekolah, tapi sialnya saat kami bertemu kami tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku dan dia hanya diam duduk berdampingan di Halte. Sampai akhirnya dia pun memilih untuk pulang, aku menemaninya menunggui angkot dan kami berpisah tanpa mengucapkan sepatah katapun.
                Sepanjang perjalanan pulangku aku menyesali diriku yang tidak bisa berkata-kata saat berada didekatnya. Aku Rudi, merutuki diriku sendiri yang entah kapan menjadi seperti ini saat berada didekat seorang gadis. Dia gadis pertama yang membuatku terbungkam saat berhadapan dengannya.
                Sesampainya dirumah, aku mengiriminya sebuah pesan.

To : K` Miftah
      Kenapa kok tadi diam?.

From : K` Miftah
      Kenapa saya?. Kamu tuh yang dari tadi diam aja.

                Duh aku jadi salah tingkah dibuatnya. Dia orang yang pertama kali membuatku seperti ini. Dia yang pertama kali membuatku menjadi seperti orang yang tolol saat berhadapan dengannya. Dia, cewek yang awalnya membatku jengkel dan jengah kini telah berubah menjadi cewek yang membuatku menjadi orang tolol saat bertemu dengannya.

                Hubunganku dan dia sudah berjalan selama dua bulan. Aku berfikir untuk menembaknya. Tapi apa yang harus kukatakan padanya?. Malam itu aku berfikir keras. Selama aku mengenalnya, aku jadi orang bodoh yang selalu bolak-balik ke thoilet hanya untuk melihatnya. Aku selalu ingin melihatnya walau pun aku telah melihatnya beberapa menit yang lalu. Hatiku takkan tenang saat aku belum melihatnya. Bahkan banyak orang yang jengkel melihat tingkahku. Ini "CINTA" kawan, apa pun akan dilakukan demi cinta meskipun itu hal yeng terbodoh sekalipun.
                Saat pulang sekolah aku mendapat sebuah ide. Akupun segerah mengiriminya sebuah pesan singkat.

To : K` Miftah
      Miftah, mau nggak Taarufan sama aku?.

          Taarufan yang kumaksud disini adalah berhubungan yang lebih jauh untuk saling mengenal satu sama lain, tentu bukan taarufan untuk menikahinya. Aku menunggu pesan darinya dengan perasaan was-was, aku takut dia menolakku. Cukup lama aku menunggu dan sebuah pesan balasan aku terima atas namanya.

From : K` Miftah
      Maaf, aku belum siap.

                Oh benar dugaanku,  mungkin dia berpikir taarufan yang kumaksud artinya aku mengajak dia menikah. Aku pun mengerti dan akhirnya aku membalas pesannya.

To : K` Miftah
      Kalau begitu, bisa tidak kita dekat saja dulu?.

From : K` Miftah
      Bisa.

To : K` Miftah
      Jadi? Aku diterima sebagai paacar?.

                Dia tidak membalas pesanku. Aku sedikit kecewa padanya.

Esok harinya saat disekolah.
                Aku dan Victor sengaja menungguinya dibelakang lab. Biologi karna aku tahu saat jam istirahat dia akan lewat disitu untuk ke Kantin. Tak butuh waktu lama aku menunggu, aku melihatnya berjalan mendahului teman-temannya. Aku segerah memanggilnya dan dia pun menghampiriku.
                Dihadapan teman-temannya aku kembali menanyakan apakah ia mau menjadi pacarku? Dia memasang tampang berfikir dan itu membuatku marasa deg-degan. Kuliahat dia berbalik badan dan berjalan ketengah Lapangan basket. Aku sedikit kecewa, aku mengira dia manolakku karna aku adalah adik kelasnya. Tapi lagi-lagi opiniku terbantahkan. Saat ditengah lapangan dia berbalik menghadapku dan memberiku sebuah isyarat bahwa dia menerimaku. Aku senang bukan main. Segerah kupeluk Victor sahabatku, dan teman-temannya berlari menghampirinya dan memberinya selamat.
                Begitulah aku menembaknya dan begitulah ia menerimaku. Itu adalah moment yang paling membahagiakan bagiku karna dia adalah perempuan special bagiku, cewek yang berhasil membuatku bangkit dalam waktu singkat, dan dia gadis yang telah mengembalikan senyumku seperti dulu. Meski pun banyak gossip miring yang beredar tentangku setelah berpacaran dengannya, aku tetap tidak peduli. Selama masih ada dirinya aku bisa melewati semuanya.

END


Categories:

0 comments:

Posting Komentar