09 Juni 2022

Laporan "Senyawaan Koordinasi Pentaamina Kobalt (III)?

Posted by Kayuya on 04.15.00 with No comments

Contoh laporan KIMIA SINTESIS ANORGANIK

A.  JUDUL PERCOBAAN

Judul percobaan ini adalah Senyawaan Koordinasi Pentaamina Kobalt (III).

 

B.  TUJUAN PERCOBAAN

1.    Untuk mengetahui cara mensintesis senyawaan koordinasi pentaamina kobalt (III).

2. Untuk mengetahui bentuk, ukuran dan warna dari kristal senyawaan koordinasi pentaamina kobalt (III).

 

C. LANDASAN TEORI

Senyawa koordinasi pentaamina kobalt (III) dapat disintesis dari kobalt klorida. Pada senyawa koordinasi pentaamina kobalt (III) bilangan oksidasi Co adalah tiga sedangkan pada senyawa kobalt klorida bilangan oksodasi Co adalah dua ( Tim Dosen, 2019 : 7 ).

Senyawa koordinasi umumnya terdiri atas ion kompleks dan ion lawan (counter ion). Pemahaman kita mengenai sifat senyawa koordinasi bermula dari hanya klasik kimiawan Swiss bernama Alfred Werner, yang melakukan reaksi dan menemukan karakteristik dari banyak senyawa koordinasi. Pada tahun 1893, werner mengajukan apa yang sekarang biasa disebut sebagai teori koordinasi Werner (Chang, 2004 : 238).

Logam kobalt baru mulai digunakan pada abad 20, namun bijih kobalt sesungguhnya telah ribuan tahun sebelumnya sebagai pewarna biru pada gelas maupun berbagai perkakas dapar. Sumber warna biru pada kobalt dikenali pertama kali oleh G.Branat (ahli kimia swedia) pada tahun 1735 yang mengisolasi logam tak murni yang diberi nama cobalt rex (Sugiyarto, 2001).

Pada tahun 1780, T.O . Beragam menunjukkan bahwa cobalt rex adalah unsur baru yang kemudian diberi nama turunan dari kota kobold (bahasa jerman) yang artinya globin atau roh hantu. Logam kobalt bersifat mengkilap keperakan dan sedikit kebiruan. Kobalt lebih lunak tetapi masih cukup lebih keras (Sugiyarto, 2001).

Kobalt lebih tidak reaktif dari pada besi, demikian juga tidan berbeda banyak dengan radium dari indium. Tingkat oksidasi yang umum bagi kobalt yaitu +2 dan +3. Dalam larutan air, ion [Co(H2O)6]3+ dan [Co(H2O)6]3+ keduanya dikenal, tetapi kobalt III bersifat okidator dan dalam larutan air kecuali dalam lingkungan asam, terurai dengan cepat karena Co(III) mengoksidasi air dengan membebaskan  gas dioksigen (Sugiarto, 2001).

Kobalt adalah logam berwarna abu-abu seperti baja dan bersifat sedikit magnetis. Ia melebur pada 1490 C. Logam ini mudah melarut dalam asam-asam mineral encer :

Co + 2H+              -->         Co2+  + H2

Dalam larutan air kobalt secara normal terdapat sebagai ion cabalt II Co2+, kadang-kadang khususnya dalam kompleks-kompleks, dijmpai ion cobalt III Co3+  kedua ion ini masing-masing diturunkan dari oksida CoO dan  Co2O3 Oksidasi kobalt II dan kobalt III. Co3O4 juga diketahui (Svehla, 1985).

Dalam larutan air dari senyawa-senyawa kobalt II terdapat ion Co2+ yang merah. Senyawa senyawa kobalt II yang tak terhidrat atau tak terdisosiasi  berwarna biru. Jika disosiasi dari senyawa-senyawa kobalt ditekan berwarna larutan berangsur-angsur berubah mnjadi biru ( Svehla, 1985).

Ion kobalt (III), Co3+, tidak stabil, tetapi kompleks-kompleksnya stabil, baik dalam larutan maupun dalam bentuk kering. Kompleks-kompleks kobalt (III) dapat dioksidasikan dengan mudah menjadi kompleks-kompleks kobalt (III) (Svehla, 1985).

Unsur transisi periode keempat umumnya memiliki elektron valensi pada subkulit 3d yang belum terisi penuh (kecuali unsur seng pada gol II B). Hal ini menyebabkan unsur transisi periode keempat memiliki beberapa sifat khas yang tidak dimiliki oleh unsur-unsur golongan utama, seperti sifat magnetik, warna ion,aktivitas katalitik, serta kemampuan membentuk senyawa kompleks (Andy. 2009).

Unsur transisi periode keempat umumnya memiliki keelektronegatifan yang lebih besar daripada unsur Alkali maupun Alkali tanah, sehingga kereaktifan unsur transisi tersebut lebih rendah bila dibandingkan Alkali maupun Alkali tanah. Dibandingkan unsur Alkali dan Alkali tanah , unsur-unsur periode keempat memiliki susunan atom yang lebih rapat  (closing packing). Akibatnya unsur transisi tersebut memiliki kerapatan (densitas) yang jauh lebih besar dibandingkan Alkali maupun Alkali tanah. Dengan demikian, ikatan logam (metalic bonds) yang terjadi pada unsur transisi lebih kuat (Andy, 2009).

Unsur transisi periode keempat memiliki bilangan oksidasi yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat energi subkulid 3d dan 4s yang hampir sama. Oleh sebab itu, saat unsur transisi melepaskan elektron pada subkulit 4s membentuk ion positif (kation), sejumlah elektron pada subkulit 3d dan ikut dilepaskan (Andy, 2009).

Senyawa koordinasi adalah senyawa yang terbentuk dari ion sederhana (kation maupun anion)serta ion kompleks. Unsur transisi periode keempat dapat membentuk berbagai jenis ion kompleks. Ion kompleks terdiri dari kation logam transisi dan ligan . Ligan adalah molekul yang terikat pada kation logam transisi. Interaksi antara kation logam transisi dengan ligan merupakan reaksi asam basa lewis. Menurut Lewis, Ligan merupakan basa Lewis yang berperan sebagai spesi pendonor (donatur) elektron. Sementara itu, kation logam transisi merupakan asam Lewis yang berperan sebagai spesi penerima (akseptor) (Andy, 2009).

Dalam ilmu kimia, kompleks atau senyawa koordinasi merujuk pada molekul atau entitas yang terbentuk dari penggabungan ligan dan ion logam . Dulunya sebuah kompleks artinya asosiasi reversibel dari molekul, atom dan ion melalui ikatan kimia yang lemah. Pengertian ini sekaran telah berubah. Beberapa kompleks logam terbentuk secara irreversibel dan banyak diantara mereka yang memiliki ikatan yang cukup kuat (Wikipedia, 2012).

Sintesis senyawaan koordinasi pentaamin kobalt (III) menghasilkan sebuah kristal. Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatan ‘terpasang’ pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin (Wikipedia, 2012).

 

D.  ALAT DAN BAHAN

1.    Alat

a.    Magnetic stirrer-hot plate (1 buah)

b.    Labu erlenmeyer 250 mL (1 buah)

c.    Gelas kimia 250 mL (1 buah)

d.    Gelas kimia 50 mL (1 buah)

e.    Gelas arloji (1 buah)

f.     Pipet volume 25 mL (1 buah)

g.    Ball pipet (1 buah)

h.    Gelas ukur 10 mL (1 buah)

i.      Corong buchner (1 buah)

j.      Pompa vacum (1 buah)

k.    Cawan petris (1 buah)

l.      Pipet tetes (6 buah)

m.  Spatula (1 buah)

n.    Botol semprot (1 buah)

o.    Lap kasar dan halus (1 buah)

2.    Bahan

a.    2 g amonium klorida (NH4Cl)NH4Cl

b.    12 Ml amonium hidroksida (NH4OH)

c.    4 g kobalt sulfat (CoSO4)

d.    3,2 mL hidrogen peroksida (H2O2)

e.    12 mL hidrogen klorida (HCl)p

f.     1 g natrium nitrit (NaNO2)

g.    1 mL HCl 2 M dan 6 M

h.    Aquadest

i.      Tissue

j.      Es batu

 

E.  PROSEDUR KERJA

1.    Preparasi [Co(NH3)5Cl]SO4 (metode B)

a.    Melarutkan 1,0 gram NH4Cl kedalam 6 ml NH4OH pekat (menggunakan labu erlenmeyer 250 mL)

b.    Sambil tetap mengaduknya dengan menggunakan pengaduk magnetik (magnetic stirrer), menambahkan sedikit demi sedikit 4 gram CoSO4 kemudian perlahan-lahan menambahkan tetes demi tetes 3,2 mL H2O2 30% melalui pipet tetes.

c.    Menunggu sampai tidak ada gelembung udara. Lalu menambahkan perlahan-lahan 12 mL HCl pekat.

d.    Sambil tetap mengaduk, menyalakan hot plate pada suhu 85 0C selama 20 menit.

e.    Mendinginkan larutan pada suhu kamar dan saring kristal [Co(NH3)5Cl]Cl2.

f.     Mengeringkan dan menimbang kristal yang diperoleh.

2.    Preparasi [Co(NH3)5ONO]SO4 dan [CO(NH3)5NO2)SO4.

a.    Menyiapkan larutan amonia yang berisi 1,5 mL NH4OH pekat dalam 16 mL air.

b.    Memasukkan dan melarutkan 1,0 g [CO(NH3)5Cl]Cl2 ke dalam larutan amonia pada perlakuan di atas.

c.    Menyaring larutan jika terdapat endapan kobalt oksida dan mendinginkan filtrat pada suhu 10oC.

d.    Melakukan penambahan HCl 2 M sampai larutan menjadi netral (menggunakan lakmus).

e.    Menggunakan 1,0 g natrium nitrit sampai larut kemudian menambahkan 1 mL HCl 6 M.

f.     Membiarkan larutan tetap dingin selama beberapa jam.

g.    Menyaring kristal [Co(NH3)5ONO]Cl2 yang terbentuk.

h.    Mengeringkan dan menimbang kristal.

i.      Melarutkan 0,1 g [Co(NH3)5ONO]Cl2 dalam 5 mL air panas yang berisi beberapa tetes NH4OH pekat.

j.      Sambil mendinginkan, menambahkan 10 mL HCl pekat.

k.    Mendinginkan larutan secara sempurna dan menyaring kristal [Co(NH3)5NO2]Cl2.

l.      Mengeringkan dan menimbang kristal.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Andy.2009. Kimia Unsur Golongan Transisi Periode Keempat. (Online : http://andykimia03.Wordpress.com).  Diakses Pada Tanggal 6 Mei 2012.

 

Chang,R. 2004. Kimia Dasar Jilid II. Jakarta: Erlangga

 

Sugiyarto, K.H. 2001. Kimia Anorganik II.Yogyakarta : Jurusan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta

 

Svehla,G.  1985.  Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro.Edisi Kelima Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka.

 

Tim Dosen Kimia Anorganik. 2012. Penuntun Praktikum Sintesis Kimia Anorganik. Laboratorium Kimia UNM Makassar

.

Wikipedia. 2012. Kompleks (kimia). (Online : http://id.wikipedia.Org).  Diakses Pada Tanggal 6 Mei 2012

 

Wikipedia. 2012. Kristal. (Online : http://id.wikipedia.org).  Diakses Pada Tanggal 6 Mei 2012

 

Categories:

0 comments:

Posting Komentar