Aku Sudah Bahagia
Karya : Kayuya
Hari mulai
gelap, hujan siang tadi menyisahkan genangan air di jalan yang rusak dan
berlubang termakan usia. Orang-orang yang tadinya singgah berteduh di emperan
kios dekat kampus, satu per satu mulai beranjak pergi. Namun tidak bagi Mita,
sedari tadi ia duduk menyendiri di halte depan gerbang utama. Kepalanya yang
dibalut kerudung berwarna hitam terus menunduk sembari tangan mungilnya
memainkan ujung kain kemeja putih yang ia kenakan. Udara yang dingin
tak dihiraukan sama sekali.
"Hai,
Dik." Sapa seorang laki-laki bertubuh jakun, entah dari mana datangnya.
Mita sedikit
mendongak untuk melihat wajah orang yang baru saja menyapanya. Jantungnya
tiba-tiba berdegup kencang saat melihat sosok yang berdiri dihadapannya adalah
Rei, salah satu senior yang paling disegani di jurusannya. Mita kembali
menunduk, rasa takut pun mulai menghampirinya. Seakan tidak memperhatikan
gelagat aneh dari Mita, Rei pun langsung duduk di samping gadis itu. Mita
sontak menggeser tempat duduknya sedikit menjauh.
"Kenapa,
Dik?" Tanya Rei keheranan.
Mita
menggeleng pelan, ia tidak berani menatap wajah senior itu untuk kedua kalinya.
"Kenapa
belum pulang, Dik? Belum di jemput ya?" Tanya Rei Lagi.
"Belum,
Kak." Jawab Mita dengan suara pelan.
Sesaat kemudian
seorang pria paru baya yang mengendarai sebuah motor butut pun berhenti tepat
di depan mereka.
"Mita!"
Panggil pria paru baya itu. Mita pun beranjak dari duduknya. "P-permisi,
Kak." Kata mita pamit.
"Oh,
iya. Hati-hati, Dik." Kata Rei tersenyum ramah. Rei terus memperhatikan
Mita hingga menghilang dari pandangannya.
Sesampainya
di rumah, Mita langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat.
Bayang-bayang kejadian siang tadi membuat emosi yang sedari tadi ia tahan mulai
ia luapkan. Tas selempang yang masih bergantung di pundaknya,
dibuang kesembarang tempat. Air matanya mulai tumpah sedetik kemudian. Mita
terduduk di lantai sambil menutup wajahnya dengan tangannya.
Bibirnya bergerak
seolah menggumam kalimat "Aku memang memalukan, aku pembawa sial." Suara
tangisnya seolah-olah tertahan di teggorokan. Mita mulai kehilangan akal
sehatnya, ia pun sudah tidak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi hidupnya.
Bicaranya pun mulai tidak beraturan. Ia tertawa dan menangis dalam waktu yang
bersamaan. Di kamar yang gelap itu, Mita meluapkan semua emosi yang ia pendam
selama ini.
***
Awan hitam menghias langit pagi ini, hari baru mulai menyingsing. Dinginnya pagi
di tambah hujan yang tak kunjung reda membuat beberapa orang
memilih kembali merapatkan diri dalam selimut.
"Mita!"
Teriak Tante Mita dari balik pintu. Rasa khawatir mulai menyelimuti hatinya,
mengingat dari semalam ia tidak melihat Mita keluar dari kamarnya. Ia pun
segera mengambil kunci cadangan yang ia simpan di laci meja kerja suaminya.
Ketika Tante
Mita membuka pintu, dilihatnya Mita masih tertidur pulas berbungkus selimut.
Tante Mita menggoyangkan bahu Mita pelan sembari memanggil nama lembut nama
gadis itu. Dirasa tidak ada geraka seperti biasa, ia pun membalik tubuh Mita
hingga terlentang. Tante Mita sontak terkejut ketika melihat banyak darah di leher keponakannya.
Ia pun berteriak histeris sambil memegangi kepalanya yang pusing.
Pagi itu Mita
telah tiada, satu goresan di leher telah merenggut nyawanya. Matanya
memancarkan cahaya kesedihan dan senyum kecut yang terlukis di bibirnya telah
abadi. Di sampingnya terdapat secarik kertas yang ia tinggalkan berisi satu kalimat "AKU
SUDAH BAHAGIA.
-SELESAI-